Rabu, 12 Februari 2014

Campaign for International Hijab Day – Feb 14, 2014

source: http://muslimahheart.files.wordpress.com/2013/07/2013-03-07-05-57-11.png
“Ngapain mesti repot2 berhijab? Hijab hanya akan membatasi ruang gerakmu, Dar.”

“Kamu mau naik roller coaster pake rok, Dar? Yang bener?” 

“Kenapa harus pake jilbab panjang gitu? Ga modis...” 

“Kakak naik gunung pake jilbab, gak kepanasan kak? Pake rok lagi?” 

Well, ini adalah beberapa kalimat-kalimat kontra yang pernah dilayangkan pada saya. Simpel, karena saya berhijab. Teman-teman dan adik-adik yang masih awam seringkali berpikiran bahwa hijab hanya akan menambah repot saja, tidak simpel, tidak modis, dsb. Memang pada kenyataannya hijab itu tidak simpel. Kamu akan perlu waktu beberapa menit lebih lama untuk memasang kerudung, berpeniti disana-sini, jepit sana-sini. Tapi itu sama saja dengan waktu yang akan kamu habiskan untuk berbandana disana-sini, kuncir rambut sana-sini. Berhijab memang tidak simpel, tapi saya adalah orang yang percaya pada kalimat “Where there is a will, there is a way”. Hijab memang tidak simpel, tapi kamu akan selalu punya strategi bagaimana membuatnya menjadi “tidak terlalu ribet”. 

Hijab itu kewajiban, dan hijab adalah identitas. Pernah suatu hari di Hongkong kami bertemu dengan warga negara sana yang berjilbab. Usianya tak muda lagi, mungkin sudah kepala 5 atau 6. Senang rasanya menemukan sesama minoritas di negeri kapitalis tersebut. Ibu itu tersenyum pada kami, mengucapkan salam dan kemudian mendekat pada Yuris. Kemudian ia dengan fasihnya mengajak Yuris berbicara. Saya tak tahu bahasa apa yang digunakannya, entah Mandarin, Khek, ataupun bahasa lain. Pelajaran Bahasa Mandarin selama 3 tahun yang saya dapatkan di SMP rasanya tak ada guna di Hongkong. Kami yang sama-sama tak mengerti apa yang dibicarakan Ibu itu pun hanya bisa tersenyum sambil nyengir. Tak bisa merespon. Salah satu dari kami pun mencoba menjelaskan bahwa kami tak mengerti apa yang dikatakan ibu itu. “I’m sorry ma’am... But, could you speak English?” Dan alhamdulillah, seperti mengerti akan kondisi kami, ibu itu tersenyum dan dengan semangat mengambil ancang-ancang untuk menjawab. Sayangnya, lagi-lagi ia menjawab dengan bahasa entah Mandarin ataupun Khek, kami tak tahu. 

Dengan semangatnya yang besar tatkala menyampaikan cerita pada kami (walaupun kami tak tahu apa artinya), saya menduga bahwa ibu itu menceritakan tentang bagaimana senangnya ia bertemu sesama Muslimah di negeri tersebut. Kebahagiaan itu tampak dari binar matanya, tampak dari indahnya raut wajah dan senyum yang digoreskannya. Saya tahu betapa suuuusssaaaahhhnya menemukan sesama “hijaber” di daerah minoritas Muslim seperti itu. Bahkan saat kami makan di restoran Muslim di China, para pegawainya memang berkerudung, tapi kerudungnya tidak menutupi telinga. Entah apa maksudnya, tapi keterbatasan waktu membuat saya tak sempat bertanya apa alasannya. 

Kembali kepada ibu itu lagi. Ia tersenyum pada kami, mengucap salam dan bercerita dengan segenap keindahan binar matanya, padahal kami baru pertama kali bertemu. Padahal kami kenal pun tidak. Simpel, semuanya karena hijab. Inilah yang saya sebut dengan ukhuwah Islamiyah. 

Memang, hijab tidak selamanya “tidak ribet”. Karena menurut pengalaman beberapa teman saya, urusan di keimigrasian beberapa negara akan dipersulit jika kamu berhijab ataupun memiliki nama-nama berbau Islam, seperti Abdul, Muhammad, dll. Dan sekali lagi saya ingatkan, “Where there is a will, there is a way”. Memang, pada saat naik gunung rok kamu bisa saja tersangkut di tumbuhan berduri, dan sekali lagi saya ingatkan, “Where there is a will, there is a way”. Saat naik roller coaster menggunakan rok... Alhamdulillah aman-aman saja kok, dan sekali lagi, “Where there is a will, there is a way” :) 

“...Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya...” Q.S. An-Nur: 31 

Jadi Muslimah Tangguh - #YukBerhijab 

Salam cinta dari khatulistiwa, 
Saudarimu, 

Dara Agusti Maulidya
Read More..